
PTEI Mendukung Program Eliminasi LF di Indonesia
Sebagai upaya mendukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang selama ini telah mencapai kemajuan-kemajuan dalam mengendalikan dan memberantas Neglected Tropical Diseases (NTD) serta dalam upaya mempercepat pemberantasan NTD secara global pada tahun 2020, Eisai telah menandatangani Deklarasi London dimana Eisai berkomitment untuk memproduksi 2,2 miliar tablet Diethylcarbamazine Citrate (DEC) berkualitas tinggi yang pendistribusiannya dilakukan melalui WHO dan diberikan secara cuma-cuma ke negara-negara endemis Lymphatic Filariasis (LF). Seperti yang diumumkan pada website resmi Eisai yang dijelaskan pada halaman News Release pada 27 Agustus 2013, Eisai telah menerima prakualifikasi dari WHO untuk pengobatan LF yang merupakan salah satu dari penyakit NTD, dan Eisai merupakan perusahaan farmasi yang pertama di dunia yang menerima prakualifikasi ini dalam memproduksi obat-obatan yang digunakan untuk memberantas NTD.
Limphatic Filariasis (LF) secara umum dikenal dengan penyakit Kaki Gajah. Penyakit ini terjadi akibat cacing filaria yang dibawa oleh nyamuk menginfeksi tubuh manusia. Dikutip dari website WHO, dijelaskan bahwa ketika limphatic filariasis berkembang ke kondisi kronis, akan terjadi lymphoederma (pembengkakan jaringan) atau penebalan jaringan/kulit dari anggota tubuh (elephantiasis) dan hydrocele (penumpukan cairan). Hal ini bisa juga terjadi pada payudara atau organ genital. Tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik, kelainan pada bagian tubuh tersebut juga menimbulkan stigma sosial dan masalah finansial. Hal ini menjadikan penderita terbebani secara sosial ekonomi dimana penderita terisolasi dari masyarakat dan juga kemiskinan akibat hilangnya pendapatan, serta peningkatan biaya pengobatan.
Sebagai salah negara endemis, LF merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Berdasarkan buku dari WHO dan Kementrian Kesehatan Indonesia, mengenai NTD di Indonesia: Sebuah Aksi Rencana Terpadu (2011), diperkirakan 125 juta orang di 337 kabupaten endemis, beresiko terjangkit infeksi filariasis, dan total 11.914 kasus kronis secara nasional telah dilaporkan antara tahun 2000 dan 2009. Dijelaskan pula bahwa pemerintah Indonesia telah menyatakan pemberantasan filariasis merupakan salah satu prioritas nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2005, dan juga berpartisipasi dalam program internasional yang diselenggarakan oleh WHO sebagai upaya untuk memberantas LF pada tahun 2020. Program LF ditujukan untuk mengurangi dan menghilangkan penularan LF melalui Pemberian Obat Massal (MDA), dan untuk mencegah dan mengurangi tingkat kerentanan terhadap penyakit ini.
Bekerjasama dengan WHO Indonesia, Bandung Trust Advisory Group (B-Trust), Research Triangle Institute (RTI) International, Kementrian Kesehatan Sub Direktorat Filariasis, dan dinas kesehatan setempat, karyawan PTEI telah meluangkan waktu bersama dengan pasien-pasien kaki gajah yang berlokasi di Kramat Jati, Jakarta Timur, dan juga ikut mengamati jalannya pelaksanaan Pemberian Obat Massal (MDA) untuk penduduk setempat yang beresiko terpapar infeksi filariasis di Subang, Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengimplementasikan konsep hhc yang menekankan pentingnya sosialisasi.
Meluangkan waktu bersama dengan pasien-pasien kaki gajah ini dilaksanakan pada tanggal 19 November 2013. Kami berempati bagaimana penyakit kaki gajah ini menghambat aktifitas pasien sehari-hari. Walaupun dinas kesehatan menyatakan bahwa mereka telah terbebas dari parasit filaria, namun penyakit ini meninggalkan kerusakan fisik dan rasa sakit yang permanen.
Keikutsertaan dalam mengamati pemberian obat massal (MDA) di Subang dilaksanakan pada tanggal 20 dan 26 November tahun 2013. Kami mengamati MDA di 3 Desa di Subang. Berdasarkan pemetaan di seluruh Indonesia dari Kementrian Kesehatan, Subang merupakan salah satu daerah endemis dan telah melaksanakan MDA yang ketiga. Selama pengamatan ini, kami melihat banyak tantangan yang dihadapi oleh tim relawan setempat dalam melaksanakan MDA. Oleh karena itu, komitmen dari para relawan sangatlah penting terutama untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul sehingga pelaksanaan MDA berhasil berjalan dengan baik.
Kampanye MDA mengikuti prinsip bahwa peserta MDA harus meminum obat langsung di depan relawan. Kami melihat bagaimana para relawan memberikan informasi dan memotivasi penduduk lokal untuk meminum obat sesuai dengan prinsip kampanye MDA. Para relawan mengakui bahwa tidak mudah untuk membujuk penduduk setempat menerima pengobatan dan mematuhi prinsip minum obat. Oleh karena itu, pada salah satu desa di Subang, para relawan menyediakan pemeriksaan tekanan darah secara gratis bagi mereka yang meminum obat di depan relawan. Sebagai upaya untuk mendukung pelaksanaan MDA pada salah satu desa di Subang, karyawan PTEI juga memberikan hadiah kepada anak-anak yang meminum obat langsung di depan para relawan.
Disamping memberikan obat, para relawan juga berperan penting dalam memberikan informasi yang terkait dengan MDA. Walaupun di Subang ini adalah MDA yang ketiga, masih terdapat banyak pertanyaan dari para penduduk seperti boleh atau tidak mengkonsumsi obat apabila mengidap penyakit diabetes, mengalami tekanan darah tinggi, sakit kepala, demam, dan lain-lain. Peserta juga menanyakan apakah obat diminum setelah atau sebelum makan.
Mendorong “Hidup Bersih dan Sehat” merupakan salah satu bagian dari program Pemerintah Indonesia untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit NTD. Oleh karena itu, menerapkan MDA yang bersih dan sehat juga merupakan hal yang penting. Dalam hal ini, para relawan memainkan peran penting untuk mendukung “Hidup Bersih dan Sehat”, dan melibatkan peserta MDA untuk melaksanakan “Hidup Bersih dan Sehat” juga.
Tablet DEC produksi Eisai yang digunakan untuk MDA telah diproduksi di Pabrik Vizag, India. Pada Oktober 2013, Eisai mulai mulai mendistribusikan DEC cuma-cuma melalui WHO untuk membantu pengobatan dan eliminasi LF di seluruh dunia. Negara-negara pertama yang dipastikan menerima DEC Eisai adalah negara-negara pasifik seperti Papua Nugini, Kiribati, Tuvalu dan Fiji. PTEI berharap dengan bekerjasama dengan WHO Indonesia dan Kementrian Kesehatan Indonesia, tablet DEC Eisai dapat memberikan manfaat bagi 125 juta orang yang beresiko menderita LF di Indonesia, dan berkontribusi dalam mencapai Indonesia bebas LF pada tahun 2020.

Karyawan PTEI mendengarkan dengan penuh empati ketika pasien LF berbagi mengenai kondisi kronisnya dan dampak dari kaki gajah yang menghambat kehidupan pasien sehari-hari.
Karyawan PTEI berada di kantor Dinas Kesehatan Subang sebelum memulai observasi MDA.
Diskusi antara PTEI, RTI dan B-Trust setelah acara pembukaan MDA di Subang.
Karyawan PTEI memberikan hadiah bagi anak-anak yang meminum obat di depan relawan.